Keunikan Manusia dan Sistem yang Merusaknya

 Manusia merupakan makhluk yang memiliki insting, naluri, akal, dan pikiran. Selain itu, manusia juga mempunyai kepribadian, bakat, dan potensi yang berdeda-beda pada masing-masing individunya. Potensi dan bakat inilah yang apabila diasah dengan baik dan benar akan menciptakan individu yang luar biasa dan berguna bagi sendi-sendi kehidupan di masyarakat. Dalam kajian sosiologi, kehidupan di masyarakat bagaikan sistem organ yang ada pada tubuh makhluk hidup. Setiap bagian mempunyai peran dan fungsinya masing-masing. Tidak mungkin semua organ ini punya fungsi yang sama. Apa jadinya makhluk hidup jika organ pada tubuhnya memiliki fungsi yang sama, tentu saja makhluk hidup itu akan mati bukan? Dalam kehidupan bermasyarakat juga seperti itu, tidak mungkin semua orang jago matematika, fisika, seni, sosial, dan lain-lain. Setiap orang punya role-nya masing-masing.


Gambar 1.1 Ilustarasi manusia, gambar diambil dari replubika.co.id

Sistem

Kita ketahui sendiri bahwa kita sudah diajari berhitung dan sains sejak mereka usia dini. Berdasarkan pengalaman saya sendiri, bahkan sejak SD kelas 1 pun, kita sudah diajarkan matematika dan IPA. Itu tidak sepenuhnya salah. Akan tetapi, menurut saya, belajar hal yang seperti itu bukanlah prioritas untuk anak sekecil itu. Seharusnya mereka dibiarkan untuk bisa mengeksplor hal apa yang ingin mereka lakukan. Dari kebebasan itu, kita bisa melihat kearah mana potensi dan bakat mereka. Ada sebuah kisah nyata berdasarkan pengalaman saya sewaktu SD. Saya punya teman yang setiap guru memberi tugas dan menerangkan, dia malah menggambar. Selalu seperti itu, hampir setiap harinya dia menggambar. Pada akhirnya, saat pengumuman kenaikan kelas, dia dinyatakan tidak naik kelas. Maka bisa dilihat dari situ bahwa betapa kaku dan tidak adilnya sistem yang ada saat ini. Mungkin tidak semua sekolah seperti itu, tetapi setidaknya ini dialami oleh saya sendiri. Dengan begitu, keunikan dan kekhasan yang dimiliki setiap manusia dirusk olehnya. Banyak calon pelukis hebat Indonesia yang "mati" saat mereka kecil. Sekolah (tidak semua) bukannya memberikan fasilitas untuk mendukung dan mengembangkan potensinya, tetapi malah "membunuh" potensinya. Mereka lebih tertarik untuk memprioritaskan mereka yang hebat dalam bidang akademik. Sedangkan, anak-anak yang hebat dalam bidang olahraga, seni, dan bidang nonakademik lainnya kurang diperhatikan. Sekali lagi, saya tegaskan bahwa tidak semua sekolah seperti ini, tetapi ini semua keluar dari pengalaman saya bersekolah selama belasan tahun. 

Gambar 1.2 Meme yang mungkin sering kita lihat, padahal sebenarnya maknanya bukan main-main.

Kalau kita mau bandingkan dengan negara lain, misalnya, yang terkenal adalah Finlandia, sistem pendidikan disana sangat tidak kaku. Mereka bahkan menganggap bahwa waktu bermain adalah hal yang penting. Disana, tidak ada yang namanya persaingan, bahkan sangat mengutamakan kolaborasi dan memang inilah yang sebenarnya diperlukan saat nanti kita terjun ke kehidupan bermasyarakat. Dengan semua itu, Finlandia bisa menjadi negara maju dan pendidikannya dianggap sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Sistem mereka sangat berbeda jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia yang sangat mengutamakan persaingan dan gengsi. Contohnya, di Korea Selatan, siswa-siswi  disana bisa sampai enam belas jam untuk menghabiskan waktu di sekolah belum lagi saat pulang sekolah mereka harus les dan semacamnya. Waktu ujian bagaikan ambang hidup dan mati bagi mereka karena mereka sangat dituntut untuk mendapat nilai tinggi, jika tidak, orang tua mereka akan kecewa. Mungkin bagi kalian yang suka menonton drama Korea, kalian tidak asing melihat pemandangan seperti itu. Memang, hasilnya mereka menjadi negara maju dan SDM mereka punya etos kerja yang tinggi. Akan tetapi, itu semua juga sebanding dengan angka depresi yang berujung bunuh diri yang tinggi di Korea Selatan

Gambar 1.3 Data angka bunuh diri per 100.000 penduduk dari WHO tahun 2016, gambar diambil dari sumsel.tribunnews.com

Yang harus diutamakan saat kita berada di sekolah dasar adalah pendidikan karakter. Masa kanak-kanak adalah waktu yang paling tepat untuk bisa menerapkannya. Oleh karena itu, seharusnya sekolah bisa memanfaatkan momen itu dengan optimal, bukannya mencekoki pelajaran yang bahkan belum tentu akan relevan dengan pekerjaan anak itu pada saat dia dewasa nanti. Contoh, seorang pelukis hebat tidak akan dipengaruhi oleh apakah dia hafal rumus-rumus fisika, seorang pilot tidak akan dicabut lisensinya karena dia tidak tahu jenis-jenis pola aliran sungai, atau bahkan seorang presiden tidak akan dimakzulkan karena dia tidak tahu apa fungsi klorofil. Dengan baiknya karakter anak-anak Indonesia, akan sangat berdampak pada kehidupan masyarakat dan tinggal selanjutnya anak dibimbing untuk mengeluarkan potensi dan bakat mereka masing-masing. Tanpa kita sadari, banyak remaja-remaja Indonesia yang saat mereka sebentar lagi akan kuliah pun mereka masih tidak tahu tentang bakat atau cita-cita mereka. Alhasil, mereka perlu mengikuti psikotes dan tes minat-bakat untuk mengetahui potensi mereka yang sebenarnya. Ini adalah buah dari salahnya sistem yang mereka jalani sewaktu kanak-kanak. Padahal, sebenarnya mereka bisa mengetahui apa bakat dan potensi mereka sejak mereka usia dini dan mereka atau sekolah tidak perlu lagi mengadakan tes minat dan bakat kepada para siswa saat mereka ada pada kelas akhir. 

Lingkungan

Sama halnya seperti tanaman yang apabila kondisi tanah, suhu, dan kelembapan sesuai, tanaman tersebut akan tumbuh dengan baik. Manusia pun seperti itu, jika kita berada pada lingkungan yang kondusif dan mendukung, kemungkinan besar kita akan menjadi pribadi yang baik. 

Sistem yang rusak tadi, akhirnya mengakibatkan kondisi lingkungan sekitar pada anak juga pada akhirnya mengikuti. Dengan begitu, banyak orangtua yang memandang dan menuntut anaknya untuk pintar pada bidang yang dituntut juga oleh sistem karena menganggap anak akan kalah jika tidak mengikuti sistem. Pada akhirnya, anak ditekan pada dua sisi, yakni dari sekolah dan orangtua yang pada akhirnya si anak mau tidak mau harus mengikuti karena takut dicap gagal dan dianggap mengecewakan orangtuanya. Orangtua yang membanding-bandingkan anaknya dengan anak orang lain juga semakin membuat anak merasa tertekan dan perlahan-lahan bakat alaminya semakin terkubur dalam. Membanding-bandingkan anak juga merupakan perilaku yang sangat salah karena sudah sangat sering disinggung sebelumnya bahwa setiap manusia itu punya ciri khas masing-masing dan membandingkan setiap individu merupakan sikap yang tidak apple to apple.

Gambar 1.4

Jika sistem ini diubah dan akhirnya keunikan setiap manusia ini bisa dikembangkan dengan baik, kehidupan dalam masyarakat pun akan berjalan dengan sangat baik secara struktural fungsional dan Indonesia mungkin akan lebih cepat dalam mengarah pada kemajuan. Untuk mengatasinya, kita perlu tahu akar permasalahannya dan yang paling penting perlu orang yang berani mengubah. Tidak cukup hanya satu orang, tetapi perlu kerjasama dari berbagai pihak supaya perubahan itu bisa berjalan dengan lancar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia Semakin Bodoh: Pengaruh AI?

Tulisan untuk Membela Para Introvert

Menilik Stereotip pada K-popers dan Penyuka Jejepangan: Bagaimana Bisa Terjadi?