Peran Orang Tua bagi Perkembangan Kognitif dan Edukasi Anak

 

Orang tua merupakan agen yang memiliki peran paling penting bagi tumbuh kembang seorang anak. Peran orang tua tidak hanya sekadar memberi asupan nutrisi supaya anaknya sehat, tetapi juga memberikan bimbingan terutama interaksi sosial bagi anak untuk mengembangkan kemampuan bahasa dan kognitifnya. Selain itu, orang tua pun berperan untuk perkembangan sosioemosional anak. Peran orang tua akan sulit digantikan oleh siapa pun. Meskipun digantikan oleh caregiver, baik pengasuh maupun kerabat dekat, tetap tidak akan bisa menggantikan peran orang tua secara penuh. Sebab, kelekatan emosional yang dimiliki antara orang tua dan anak akan berbeda dibandingkan dengan anak dan caregiver selain orang tua. Terlebih lagi, jika orang tua meninggal ataupun pergi, pasti akan menyebabkan efek secara psikologis kepada anak yang ditinggalkan, terlebih lagi jika anak tersebut masih dalam tahap perkembangan yang membutuhkan sentuhan peran orang tua.

Gambar diambil dari halodoc.com

Perilaku kognitif anak ditentukan oleh dua faktor, yakni faktor biologis dan lingkungan. Faktor biologis meliputi pewarisan gen dari orang tua kemudian dipengaruhi oleh asupan nutrisi pada anak tersebut. Sedangkan, faktor dari lingkungan bisa dipengaruhi oleh berbagai hal. Berdasarkan teori ekologi Bronfrenbenner (1979), keluarga adalah faktor utama yang membentuk perilaku anak, terutama orang tua. Selaku agen sosialisasi primer dan lembaga pendidikan pertama, lingkungan dalam keluarga dituntut untuk mendukung agar perilaku anak dapat terbentuk dengan baik. Namun, orang tua pada masa kini banyak yang menitipkan anaknya pada pengasuh yang tentunya ini akan mengurangi interaksi langsung anak dengan orang tua. Selain itu, agen-agen sosialisasi seperti sekolah, tetangga, dan teman sepermainan pun cukup memengaruhi perkembangan kognitif anak. Oleh karena itu, fondasi yang dibangun dari keluarga harus kuat sehingga bisa mengantisipasi pengaruh-pengaruh buruk dari luar. Ketiadaan peran orang tua tentunya cukup berpengaruh bagi perkembangan kognitif anak. Pengaruh dari luar yang seharusnya bisa mengoptimalkan kemampuan kognitif anak kini berkurang. Kemudian, fondasi yang seharusnya dibangun oleh orang tua pun lemah atau bahkan tidak ada. Selain itu, asupan nutrisi yang biasanya mungkin diberikan oleh orang tua juga berkurang sehingga berpengaruh pada kinerja otak secara biologis.

Teori ekologi brofenbenner. Gambar diambil dari kulpulan-materi.blogspot.com


Perubahan situasi sosial dan budaya yang dinamis bisa membuat perubahan pada atmosfer lingkungan di keluarga pula. Selain itu, percepatan globalisasi pun ikut memengaruhi hal tersebut. Guru atau pengasuh sebagai agen sosialisasi sekunder tentunya tidak bisa langsung memahami atmosfer di lingkungan keluarga tersebut dan tidak mudah bagi mereka untuk mengintervensi hal tersebut. Hal ini bisa berimplikasi pada penghambatan perkembangan anak secara kognitif dan di dunia edukasi. Cara yang dilakukan oleh guru, orang tua, dan pengasuh dalam melakukan interaksi dengan anak tentunya akan berbeda. Adakalanya ketika anak lebih nyaman untuk berinteraksi dengan agen sosialisasi selain orang tua. Namun, anak yang merasa seperti itu biasanya tidak memiliki fondasi yang kuat di keluarganya. Lingkungan yang dibangun oleh orang tua mereka biasanya kurang nyaman dan kondusif bagi mereka sehingga mereka mencari agen yang nyaman baginya untuk berinteraksi. Oleh karena itu, orang tua harus lebih memberi perhatian bagi anaknya dan membuat mereka nyaman dengan lingkungan keluarga karena secara alami seharusnya anak memiliki ikatan emosional dengan orang tuanya sehingga akan lebih mudah bagi orang tua untuk melakukan interaksi dengan anaknya. Agen sosialisasi sekunder tidak akan bisa mendampingi anak secara terus-menerus. Ikatan emosional yang tidak kuat bisa membuat peran yang diberikan oleh agen sekunder tidak maksimal sehingga perkembangan anak dalam edukasi dan kognitif pun tidak optimal.

Oleh karena itu, diharapkan orang tua sadar betapa pentingnya peran mereka bagi perkembangan anaknya. Orang tua juga harus memiliki pengetahuan dan wawasan dalam mengembangkan anaknya, terutama jika anak tersebut masih dalam usia kanak-kanak. Dengan itu, akan terbentuk manusia yang berkualitas secara perilaku dan kecerdasan.

Daftar Pustaka

Santrock, J. (2017b). A Topical Approach to Lifespan Development (9th ed.). McGraw-Hill Education.


Yosef, Y., Hasmalena, H., & Sucipto, S. D. (2021). Development of Parental Efficacy Scale to Measure Parents’ Involvement Capabilities in Elementary Education. Islamic Guidance and Counseling Journal4(1), 43–54. https://doi.org/10.25217/igcj.v4i1.956


Sujarwo, S., Kusumawardani, E., Prasetyo, I., & Herwin, H. (2021). Parent involvement in adolescents’ education: A case study of partnership models. Cypriot Journal of Educational Sciences16(4), 1563–1581. https://doi.org/10.18844/cjes.v16i4.6013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia Semakin Bodoh: Pengaruh AI?

Tulisan untuk Membela Para Introvert

Menilik Stereotip pada K-popers dan Penyuka Jejepangan: Bagaimana Bisa Terjadi?