Analisis Penyebab Perilaku Warganet Terhadap Pseudosains dan Hoaks di Sosial Media
Era globalisasi dan majunya teknologi membuat arus informasi mengalir secara cepat dengan media sosial sebagai wadahnya. Semua orang dapat menerima dan menyebarkan berbagai informasi yang dikehendakinya. Informasi yang terdapat di sosial media dapat berbagai jenis. Mulai dari informasi mengenai politik, pendidikan, ekonomi, dan masih banyak lagi. Selain itu, media sosial memiliki peranan vital dalam kehidupan manusia era sekarang ini. Media sosial merupakan salah satu sarana utama bagi banyak orang untuk berkomunikasi. Hampir setiap sektor menggunakan fungsi dari media sosial, misalnya pendidikan, perusahaan, dan bahkan pemerintahan. Oleh karena itu, keberadaan media sosial sangat vital pada zaman ini. Kemajuan teknologi dan globalisasi membuat informasi yang ada dapat diakses oleh hampir semua orang. Bahkan, informasi yang dapat diakses oleh seseorang bisa dibilang hampir tidak terbatas. Hal inilah yang menjadi salah satu kelemahan dari media sosial. Dari kebebasan tersebut, rentan terjadi penyalahgunaan dari seseorang yang tidak bertanggung jawab. Hal tersebut dibuktikan dengan tersebarnya pseudosains dan hoaks di media sosial.
![]() |
Gambar diambil dari Kominfo.go.id |
Pseudosains dan Hoaks
Banyak teori yang terlihat ilmiah dan meyakinkan dengan bahasa serta diksi ilmiah tersebar di media sosial, misalnya teori tentang bumi datar, astrologi tentang ramalan zodiak, hubungan kepribadian dengan golongan darah, dan yang terbaru adalah anti-vaksin serta hal lain seputar Covid-19. Semua yang disebutkan tadi dapat diklasifikasikan ke dalam pseudosains karena tidak ada bukti konkret dan tidak teruji secara ilmiah. Menurut Popper (1920), suatu teori dapat dikatakan ilmiah jika sudah melalui pengujian (Sunarya, 2009). Teori tersebut akan semakin kuat jika diuji berulang kali ketika ada teori baru yang akan memfalsifikasinya. Pseudosains dan hoaks memiliki kemiripan, yakni keduanya merupakan hal yang diyakini benar, padahal itu hanyalah kebohongan. Dilansir dari Kompas.com (03/01/2022), Kominfo telah mengonfirmasi dan megklarifikasi informasi hoaks sebanyak 1.773 pada tahun 2021. Tujuan penyebaran pseudosains dan hoaks dapat bermacam-macam. Pada umumnya, tujuan penyebaran kedua hal tersebut didasari pada intensi pribadi untuk menggiring orang lain pada persepsi tertentu.
Kesamaan Sikap Antara Penyebar dan Penerima Informasi Pesudosains atau Hoaks
Seseorang menyebarkan informasi yang memuat pseudosains dan kebohongan memiliki intensi agar informasi yang disebarkannya dapat diterima banyak orang. Informasi tersebut biasanya sesuai dengan sikap orang tersebut. Informasi tersebut dapat cepat diterima karena target penerima sudah disesuaikan oleh penyebar. Penyebar informasi pseudosains dan hoaks biasanya akan menyebarkan informasinya pada orang-orang yang memiliki sikap yang sama dengannya. Seseorang akan mudah memercayai informasi hoaks jika informasi tersebut sesuai dengan sikap dan opini yang dimilikinya (Respati, 2017; Rahadi, 2017). Sikap yang dimiliki oleh seseorang terbangun dari pengalaman dan sosialisasi dari lingkungannya (Gazzaniga dkk., 2016). Lingkungan terdekat biasanya akan lebih berpengaruh dalam pembentukan sikap, misalnya keluarga dan peer-group. Sikap ini akan memengaruhi bagaimana seseorang bereaksi terhadap informasi yang diterimanya tersebut. Mereka yang sesuai dengan informasi yang diterimanya akan antusias dan tidak jarang pula menyerbarkan informasi tersebut, meskipun informasi tersebut tidak terpercaya. Sikap yang dimiliki ini cenderung sulit untuk berubah, meskipun seseorang tersebut sudah diberikan informasi lain yang lebih terpercaya. Dalam hal ini, dapat terjadi bias konfirmasi, yakni ketika seseorang cenderung mempertahankan sikapnya dengan menolak informasi tersebut jika hal itu bertolak belakang dengan sikapnya (Goldstein, 2019). Bias konfirmasi cukup berbahaya karena seseorang akan memiliki sudut pandang yang sempit mengenai dunia tanpa melihat fakta lain. Mereka yang sudah memiliki sikap tertentu mengenai suatu informasi akan semakin senang dan teguh pendiriannya ketika diberikan informasi yang sesuai dengan sikap mereka tersebut meskipun informasi tersebut merupakan pseudosains atau hoaks.
Penerimaan Informasi Dari Luar Terkait Sikap yang Dimiliki
Seseorang menerima informasi dari pihak lain hampir setiap hari. Terlebih lagi, kemajuan media sosial membuat seseorang dapat dengan sangat mudah mengakses informasi yang ia inginkan. Dalam menerima pesan dalam sebuah informasi, seseorang tidak selalu melihat kontennya. Orang yang menyampaikan pesannya pun menjadi acuan bagi seseorang (Gazzaniga dkk., 2016). Seseorang dapat lebih memercayai informasi yang disampaikan oleh orang yang ia segani atau sukai terlebih lagi jika orang tersebut memiliki kesamaan sikap dengan orang yang menerima pesan. Sebagai contoh, hal ini biasanya terjadi di kontestasi pemilu yang membuat banyak orang di media sosial meyakini bahwa masing-masing informasi yang mereka percayai adalah yang paling benar meskipun keduanya saling bertolak belakang. Mereka yang mudah terperdayai oleh berita pseudosains dan hoaks juga biasanya menerima informasi hanya dengan melihat judulnya. Dalam psikologi kognitif, hal ini disebut sistem 1, yakni ketika seseorang mengambil kesimpulan hanya dengan informasi yang sangat terbatas dan sekilas.
Konklusi
Kemajuan teknologi dan media sosial membawa kemudahan bagi banyak orang. Di antara kemudahan tersebut, terdapat celah bagi orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan informasi yang kebenarannya masih dipertanyakan, di antaranya pseudosains dan hoaks. Tujuannya utamanya adalah untuk menggiring opini orang lain sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh penyebar. Supaya informasinya lebih cepat tersebar, informasi tersebut akan ditargetkan pada orang-orang yang memiliki sikap yang sama. Dalam penyebaran informasi, terkadang mereka tidak hanya mengandalkan isi pesannya, tetapi juga siapa yang menyebarkan supaya informasinya lebih dapat diterima. Kita perlu melakukan analisis lebih lanjut dalam menerima informasi demi mendapatkan kesimpulan yang akurat.
Referensi
Aronson, E., Wilson, T. D., Akert, R. M.,
& Sommers, S. R. (2018). Social Psychology (10th ed.). Pearson.
Gazzaniga, M. S., Halpern, D. F., & Heatherton, T. F. (2016). Psychological Science (5th ed.). W.W. Norton, Incorporated.
Goldstein, E. B. (2019). Cognitive
Psychology: Connecting Mind, Research, and Everyday Experience. Cengage
Learning.
Rahadi, D. R. (2017). Perilaku pengguna
dan informasi hoax di media sosial . Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan,
5(1). https://doi.org/10.26905/jmdk.v5i1.1342
Sunarya, Y. Y.
(2009). Pembeda sains dan pseudo-sains bagi Lakatos (lanjutan pendapat Popper
dan Kuhn)
Komentar
Posting Komentar