Sekilas Opini: Kritik bagi Akun Romantisasi Psikologi dan Psikotes Online

Pada era internet yang sangat berkembang pesat, informasi begitu banyak dan mudah ditemukan. Informasi-informasi tersebut dapat dari berbagai tema, salah satunya psikologi. Tidak jarang ditemukan akun-akun yang melabeli dirinya sebagai akun bertemakan psikologi yang pada umumnya memuat kata-kata motivasi, fakta unik, atau "ramalan". Seperti yang diketahui, psikologi merupakan ilmu yang mempelajari jiwa, pikiran, dan perilaku yang ditunjukkan oleh manusia dalam berbagai konteks. Ilmu psikologi juga sering diaplikasikan dalam berbagai bidang, salah satunya penerapan tes inteligensi atau yang sering dikenal psikotes bagi orang awam. Berkaitan dengan kemajuan teknologi, dapat ditemukan pula psikotes yang bertebaran di Internet, baik berupa aplikasi maupun website. Pengguna dapat mengerjakan tes tersebut dan mendapatkan hasilnya di akhir setelah selesai mengerjakan tes. Dua hal yang telah dipaparkan ini sebenarnya menjadi masalah yang belum banyak diketahui oleh masyarakat awam. Kenapa? Bukankah hal tersebut positif bagi kemudahan akses ilmu pengetahuan dan informasi mengenai ilmu psikologi? Ketahuilah, sebenarnya tidak seperti demikian.

Akun Romantisasi yang Tidak Berbasis Ilmiah

Pernahkah Anda menemukan atau mendengarkan "fakta unik psikologi" yang menyebutkan "ketika seseorang muncul dalam mimpimu, itu artinya orang tersebut sedang merindukanmu atau ingin bertemu denganmu" atau "menurut penelitian, orang yang sering begadang cenderung sulit memiliki hubungan percintaan jangka panjang". Dua pernyataan tersebut merupakan contoh dari sekian banyak pernyataan yang ada dari akun romantisasi psikologi. Selain itu, ada pula kepercayaan yang sangat populer bahwa otak kanan bekerja untuk kreativitas dan otak kiri bekerja untuk logika atau kemampuan yang berkaitan dengan akademik. Hal tersebut hanyalah pseudosains, yakni suatu informasi yang terdengar ilmiah padahal sebenarnya palsu. Hal ini juga yang terjadi pada kepercayaan terhadap zodiak dan kepercayaan bahwa golongan darah berkaitan dengan kepribadian. Jika yang terhormat pembaca menemukan hal seperti itu, perlu hati-hati dan jangan ditelan mentah-mentah. Kenapa? Dasar ilmiah yang terdapat pada pernyataan-pernyataan tersebut sangatlah lemah atau mendekati tidak ada. Adapula akun-akun yang melontarkan sebuah quotes dengan kedok label psikologi. Akun-akun tersebut sering kali melontarkan suatu pernyataan tanpa dasar rujukan atau bahkan ada pula yang bertentangan dengan fakta ilmiah yang sebenarnya. Sebagai perbandingan, artikel jurnal yang tersebar pun tidak semuanya kredibel dan dapat dipercaya, apalagi hal-hal semacam ini. Maka dari itu, janganlah malas untuk mencari sumber yang terpercaya. Tentu, tidak semuanya seperti itu, masih ada akun yang dapat dipercaya. Cirinya adalah akun tersebut menyertakan sumber yang jelas dan kredibel. Memang, cukup tricky untuk menentukan apakah sumber tersebut kredibel atau tidak, bahkan sekelas media mainstream besar pun terkadang sumbernya tidak jelas. Maka dari itu, lebih baik membaca dari sumber hasil penelitian aslinya (artikel jurnal). Hal ini berlaku untuk semua informasi, tidak hanya tema psikologi. 

Hal lain yang sangat meresahkan adalah peromantisasian gangguan mental. Hal tersebut dapat menuntun seseorang pada persepsi bahwa mengidap gangguan mental merupakan hal yang indah dan akhirnya berimplikasi pada self-diagnosed. Hal tersebut dikhawatirkan akan melukai perasaan seseorang yang benar-benar mengalami gangguan mental karena mereka sudah benar-benar mengalaminya dan rasanya pasti sangat tidak enak dan tidak seperti apa yang dibayangkan oleh para peromantisasi gangguan mental. Perlu tahap yang panjang dan kompleks untuk diagnosis gangguan mental. Tidak hanya sesederhana membaca satu kalimat kemudian mencocokkannya dengan pengalaman pribadi, artis, dan cerita film. Maka, sekali lagi, penting untuk melakukan validasi kepada sumber yang tepercaya, dalam hal ini adalah psikolog

Psikotes Online yang bocor

Yang terhormat pembaca tentunya tidak asing dengan tes inteligensi, utamanya tes IQ. Bahkan, mungkin yang terhormat para pembaca juga masih ingat apa saja yang diujikan dalam tes IQ dan pernah melakukan tes online di website atau aplikasi. Selain itu, mungkin juga ada beberapa orang yang pernah membeli buku psikotes yang terdapat di toko buku dan kemudian mempelajari atau mengahfalkannya. Perlu diketahui, sebenarnya hal-hal tersebut sudah melanggar prinsip-prinsip dan hukum dalam dunia psikologi. Soal-soal psikotes seharusnya hanya boleh dimiliki oleh lembaga yang berwenang dan sudah membeli tes tersebut. Fakta bahwa sudah tersebarnya soal dan kunci jawaban psikotes mengindikasikan bahwa terdapat oknum yang tidak bertanggung jawab yang menyebarkan soal dan kunci jawabannya. Soal dan kunci jawaban psikotes bahkan dapat dengan mudah ditemukan di platform Youtube dengan dilengkapi pembahasannya. Hal tersebut akan mengurangi kredibilitas dari tes yang bocor tersebut. Selain itu, hal tersebut juga tidak menghargai ilmuwan yang membuat alat tes. Namun, perlu diketahui bahwa psikotes memiliki banyak jenis dan tipenya sehingga masih banyak tes yang masih kredibel. Selain tes IQ, mungkin yang terhormat pembaca juga tidak asing dengan MBTI (Myers-Briggs Type Indicator). Tes ini merupakan tes kepribadian yang cukup populer dan banyak dipakai. Namun, sayangnya, MBTI masih dipertanyakan reliabilitasnya (kekonsistensian). Hal ini dibuktikan dengan hasil dari MBTI yang dapat berubah-ubah secara signifikan pada satu orang (*khusus MBTI mungkin akan penulis bahas secara khusus dalam artikel selanjutnya). Selain itu, banyak pula akun-akun di media sosial yang seolah-olah menyodorkan suatu tes kepribadian singkat, misalnya berdasarkan golongan darah, tulisan tangan, angka yang dilihat, dan lain-lain. Tentunya, tes yang asli tidak sesederhana itu. Interpretasinya cukup kompleks dan diperlukan pelatihan atau pendidikan yang tidak singkat.

Kesimpulan dan Saran

Kemudahan akses yang didapatkan perlu digunakan dengan tanggung jawab. Kemudahan akses terhadap informasi memang menjadi pisau bermata dua. Terdapat banyak informasi yang valid dan bermanfaat, tetapi juga tidak dapat dimungkiri banyak informasi yang kurang valid karena kurangnya literasi dan overgeneralisasi. Hal yang dapat dilakukan adalah menggunakan akses tersebut dengan bijak dan menghargai kerja keras para peneliti yang susah payah menghasilkan ilmu pengetahuan dengan mencari sumber yang lebih kredibel. Kemudian, hargailah para pembuat alat tes psikologi dengan tidak membocorkan soal dan kunci jawaban serta melakukan tes sesuai dengan ketentuan yang berlaku


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manusia Semakin Bodoh: Pengaruh AI?

Tulisan untuk Membela Para Introvert

Menilik Stereotip pada K-popers dan Penyuka Jejepangan: Bagaimana Bisa Terjadi?